Minggu, 22 Juli 2012

Sahabat Kecil dan Kenangannya

“Anaaaa...”
Begitu biasanya suara Ajeng memanggilku dari luar pagar. Sudah berapa tahun ya aku tak lagi mendengar suara itu? Sepertinya sekitar 7 tahun yang lalu terakhir aku mendengar gema panggilannya.
---
Bisa dibilang, hanya Ajeng sahabat masa kecilku yang aku punya. Ya, ada sih beberapa teman, namun mereka tak seperti dia.
Sewaktu aku kecil, aku tak pernah absen bermain tiap sore. Main, main, dan main. Mungkin hanya ini yang ada di pikiranku ketika itu. Aku ingat, bahkan aku pernah merengek dan menangis sekedar untuk bermain di siang bolong. Tentu saja Mamaku tetap tak mengijinkan dan berujung dengan aku yang ngambek. Tukang ngambek, begitu sebutan dari Mama dan Papa waktu aku kanak-kanak.
Banyak teman yang aku punya saat bermain masih hobiku. Putri, tetangga sebelah rumahku persis yang umurnya di atasku 1 tahun. Lalu ada Putra, Aldo, Yulis, Reza, dan tentunya Ajeng. Dulu kami sering bermain bersama, meski sekedar bercengkrama. Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia, entahlah kami menjadi seperti orang yang tak pernah saling kenal.
Tak selalu kami dalam damai. Beberapa waktu pernah ada pertikaian, bahkan permusuhan. Ya, dengan Ajeng sekalipun aku mengalaminya. Sehari, dua hari, tiga hari, tak perlu waktu lama untuk baikan.
Main masak-masakan, taplak gunung, petak umpet, batu tujuh, galaksin, bahkan guru-guruan. Aku ingat waktu main guru-guruan, ceritanya aku dan Ajeng buat SPP yang satu orangnya membayar Rp500,- atau lebih. Senyum-senyum sendiri aku mengingatnya.
“Anaa...”
“Ajeeeeng...”
Aku tertawa saat moment ini terbesit dalam pikiranku. Dari jauh aku dan Ajeng saling memanggil nama kami, sudah bagai dua insan yang tak berjumpa bertahun-tahun.
---

Dulu aku sering sekali dibanding-bandingkan dengan Ajeng oleh orang-orang. Sepahit-pahitnya kalimat menyakitkan, kalimat perbandingan mungkin salah satunya. Inti dari perkataan mereka semua sama, merujuk bahwa Ajeng lebih baik dariku. Lebih mandiri, lebih rajin, lebih cantik, dan lainnya. Bahkan, orang tuaku pun mengakuinya.
“Kita bikin geng namanya SR yuk?” kataku.
Minggu malam itu sedang ada acara di RT kompleks rumahku. Entahlah acara apa, aku tak ingat. Waktu itu di sekolah aku membuat geng dengan teman-temanku dan diberi nama ‘SK’ yang artinya sahabat kelas. Dan saat di rumah, aku berniat meniru, dengan mengubah sebutannya menjadi ‘SR’ atau sahabat rumah.
Banyak, sangat banyak, hal-hal yang kami lewati. Hal menyenangkan, lucu, menyedihkan, konflik, pertengkaran, dan masih banyak lagi.
“Kamu udah pernah ketemu sama Ajeng temen kecil kamu lagi, Na?”
Tanya Papa beberapa hari yang lalu. Benar juga, aku belum pernah melihat sosok Ajeng lagi semenjak terakhir kali kami bertemu saat kelas 7 smp di dalam angkutan umum.
Sungguh, aku tak pernah membayangkan ia akan pindah dari kompleks perumahanku. Dari kehidupanku juga. Sejak ia pergi, aku tak punya teman. Aku sendirian. Kesepian.
Pertanyaan Papa menggugah hatiku. Mengais kembali rindu yang pernah ku pendam. Membongkar kenangan-kenangan lampau masa kecil yang indah.
Adakah kesempatanku untuk bertemu lagi dengannya? Dengan Ajeng?
Apa kabarmu sekarang sahabat kecilku? Dimana kamu menetap kala ini?
Aku ingin mendekapmu, mengatakan aku rindu. Rindu masa kecil. Padahal, dahulu aku membayangkan kita kan tumbuh besar bersama, meraih sukses dan saling berbagi. Aku berharap bukan hanya di usia belia saja kamu menorehkan warna warni dalam hidupku.
Mungkin kamu sekarang telah menemukan sahabat yang lebih baik dariku ya? Tak apa. Aku hanya ingin bertemu atau sekedar bersalam sapa hangat kembali denganmu, sahabat.
Dimana kamu sekarang, Ajeng. Sahabat kecilku yang kurindukan.

0 komentar:

Posting Komentar