Kamis, 30 Mei 2013

Mari Duduk di Sampingku

Maukah kamu duduk di sampingku?
            Malam ini, di sini, di bawah malam mendung. Bersama bintang-bintang yang cahayanya meredup disembunyikan langit hitam. Bukankah meretas jenuhmu sebentar tak masalah? Ataukah aku yang mulai bosan melihatmu sendirian, Sayang. Mari, biarkan aku menatap jauh ke dalam dua bola matamu. Aku ingin merasuk lebih jauh dalam jiwamu dan menemukan apa yang mengisi penuh kepalamu. Terlebih hatimu. Sudah lama aku menyerah. Terbuat dari apa hatimu? Begitu kokoh membeku; tak dapat ditembus.
            Tubuhku mematung. Aku membiarkan diriku terhanyut dalam lamunan. Terus menerka-nerka apa yang baiknya kulakukan: berjuang dan bertahan, diam, atau melupakan. Bagaimana aku menciptakan masalahku sendiri. Dengan membuatnya rumit, tentangmu yang bahkan tak pernah ada dalam hidupku. Kamu yang tak pernah tahu betapa seseorang ingin menjaga senyumnya itu agar tak meluntur. Aku. Sikap dinginmu selalu membuatku sesak napas, kautahu? Aku seperti orang bodoh yang mencoba membuat api dengan dua batang kayu kering di kutub utara. Ah, entahlah, pesonamu bak candu, apalagi raut manis itu, aku tak mampu berbalik dan berjalan pergi. Bahkan dari kejauhan, simpul di bibirmu itu masih mengagumkan.
            Maukah kamu duduk di sampingku?
            Beritahukan aku semuanya. Tentangmu, segala mimpimu, bahkan kauboleh menceritakan siapa yang tinggal di hatimu sampai detik ini. Aku tak peduli. Meskipun aku begitu ingin menggenggam erat-erat jemarimu, aku tahu akan sama menyakitkan ketika kamu memaksa untuk pergi. Kalau sungguh kamu tak ingin tinggal, setidaknya, sisakan bayanganmu bersamaku. Untuk merengkuh rindu milikku.
            Jadi, ayo, duduklah di sampingku. Pilihanmu, Sayang, walaupun aku terlihat memaksa.