Kamis, 16 Oktober 2014

Aku mencintaimu, begitu saja
Memenuhi inginnya rasa, abai akan logika
Aku, mungkin, bukan lagi aku
Aku menjadi pemendam luar biasa

Aku mencintaimu, entah jenis yang mana
Jadikan aku buku harianmu,
bila lembaranmu memang tak tersisa
Jadikan aku papan sandaran,
bila dinding-dinding ruangmu merapuh
Jadikan aku pengampu jalanmu,
bila kaki-kaki itu terlalu lelah melangkah
Biarkan aku menggenggammu,
dayaku tak sanggup andai melihatmu tersandung
Dan, biarkan uluran tanganku menolongmu ketika kau benar jatuh
Aku, mungkin, tak ingat lagi
Ada raga dan ego milikku yang mesti kupenuhi

Aku mencintaimu, menolak untuk berhenti
Ada candu, yang aku harus penuhi tiap pagi
Ketika aku hanya butuh nurani,
menemukanmu perkara sepotong roti
Tetaplah berdiri, di sana, disinari mentari
Agar aku dapat lebih lama mengamati
Meski hanya dari balik pilar
Meski sambil berpura-pura berlayar
Hingga mataku tahu senyummu masih melengkung,
aku baru mampu bernapas lega
Seperti itu, semudah itu
Rasa kafein dari secangkir kopi yang kunikmati tiap pagi

Aku mencintaimu, yang kutahu, esoknya tak lagi sama seperti hari kemarin
Semakin dalam dan entah akan sedalam apa
Perihnya nadi juga menjadi-jadi
Periode berganti, kurasa ini hanya aku,
yang merasa semua punya makna,
yang mengira maju meski selangkah,
yang menemui lelahnya
Terima kasih,
atas lima puluh persen pengabaianmu,
empat puluh persen kalimat busukmu,
dan sepuluh persennya lagi
semua lakumu yang selamanya hangatkan hatiku saat kuingat
Walau aku tak pernah punya arti untukmu
Ijinkan aku membuatmu terus tertawa


Aku, mencintaimu (titik)