Minggu, 27 Januari 2013

Pangeran dari Mimpi

Ini tentangmu, Pangeran.
Sosok penuh pesona yang membenturkan butir-butir logika. Dengan lengkungan manis melebur di bibirmu, dan sorot lugas yang lurus-lurus menatapku tepat di manik mata. Ah, tidak, mereka tak tahu.
Apa yang mereka tak tahu?
Detik-detik ini, angin melirih, berdesah lembut membisikkan namamu. Gumpalan awan yang berjalan siang hari semburatkan lekuk-lekuk manis wajahmu. Jemariku juga mulai menari-nari tuliskan hal tentang kamu.
Aku mencari-carimu di tiap sudut. Saat bayangan sosokmu jatuh di radius penglihatanku, aku melonjak-lonjak girang; dalam diam. Berteriak lantang dalam hati memanggil namamu yang perlahan berjalan menjauh. Memeluk sisa-sisa pesona yang kamu tinggalkan tiap tatapanmu mengunci ke arahku sepersekian detik yang berlalu.
Sampai akhirnya aku sadar, kamu pangeran dari negeri mimpi yang menjelma nyata. Iya, kamu yang pernah tiba di mimpi-mimpi malamku dengan wajah buram. Bukankah?
Iya, Pangeran.
Malam mulai sendu. Dengan aku yang hampir merindumu. Karena aku tahu, hadirmu hanya untuk dikagumi. Aku bisa apa? Detak jantungku yang ingin melonjak keluar jelaskan tentang hal yang luput. Candu akan pesonamu buatku menerka-nerka lagi. Ini rasa yang membuaiku waktu itu; cinta?
Aku tahu, ketika suaramu perlahan menggema-gema di tiap sepi, kamu yang tengah berlari di otakku.
Aku tak menangis, hanya sedikit tersedu. Berapa kali lagi aku harus tertampar kenyataan, hadirmu hanya untuk dikagumi.
Lagipula, kamu telah temui sang putri yang sedikit demi sedikit beri warna di lembaran harimu. Lalu aku, kupu-kupu bersayap patah yang hinggap di putik penuh madu yang kemudian dihempas angin.
Apa yang mereka tak tahu? Sederhana. Aku rasakan bulir cinta lagi, Pangeran. Itu karenamu.
Biarkan takdir dan waktu memainkan perannya. Kutemui kamu kembali nanti di masa depan, Pangeran. Kalau kamu benar Pangeranku.

Sabtu, 19 Januari 2013

Gurauan Berdarah

Gurauan? Bagaimana itu bisa disebut gurauan jika melukai seseorang. Menurutmu lucu? Kutebak kamu lupa di mana menaruh hatimu.
Entah angin apa yang menusuk-nusuk tubuhnya. Hari ini dingin. Dia berpakaian tebal. Salju menerus turun di kota kejayaan Ratu Elizabeth ini. Tulangnya meronta kedinginan, kulitnya menggigil. Bibir tipisnya digigit sendiri hingga memutih. Tapi, pipinya panas dilewati aliran air yang melaju dari bulat matanya.
          Setidaknya salju lebih sejuk dari hujan. Dia begitu benci hujan yang mengalirkan dengar resonansi titik-titik kenangan di tiap tetesnya. Meski menghapus debu dari mukanya, tapi tidak luka hatinya.
          Terlalu takut: dia terlalu takut. Banyak. Takut hujan, takut kehilangan, takut candaan.
          “Dia? Wanita penggoda itu,”
          Orang-orang di bawah pohon rindang itu tertawa. Tampak puas. Dia tertunduk dan melangkahkan kaki-kaki lemasnya.
          “Hati-hati. Jaga pujaan hati kalian masing-masing, nanti diambil wanita itu,”
          Suara tawa orang-orang itu kembali membahana di sudut sana. Dia mengencangkan volum musik yang didengarnya dan terus membaca komiknya.
          Visualisasi tawa-tawa itu tak mengering. Belati yang menjelma jadi lelucon itu menembus tepat hingga merobek aliran nadinya.
          Mereka yang tak mau dengar bagaimana kejadian yang sebenarnya, yang justru mampu merauk sisa-sisa tawa mereka sampai haru, tak pernah tahu perasaannya. Sisinya tak pernah dicerna. Dia melulu salah –atau disalahkan?– oleh mereka.
          Manusia mana yang hatinya tak pernah terluka? Bahkan dia, terlalu terluka. Senyumnya membungkus seluruh teriakkan lirih dari palung-palung tak berhingga yang perlahan meruntuh. Sejauh dia berlari, bayang-bayang itu masih saja mengejar. Menetes bersama hujan. Melayang bersama angin. Menghitam bersama malam.
          Dia hidup di mana, raga dan jiwanya di mana? Entahlah.
          Tolong bersahabat, Salju. Aku mohon.

Senin, 14 Januari 2013

Letter of Untitled

Selamat malam, Hujan yang menghujam keras di atap rumahku tengah malam.
Di sini, mataku masih membuka, menerawang jauh menembus langit-langit kamar bayangkan tiap tetesmu menitik di wajahku.

Selamat malam, Langit yang merintih pilu bersama sedikit keping-keping bintang tengah malam.
How’s life? Kamu masih tertawakan aku yang sembunyi di balik bantal dan selimut tebal karena hujan deras?
Waktu. Apa ia tengah berlari? Langkahnya kilat. Rasanya, baru kemarin tahun pertama sosok penuh pesona itu tampak. Sekarang, tahun kelima?

Terakhir aku lihat, kamu telah meninggi. Seperti pesonamu yang juga meninggi. Kamu masih sama. Seperti aku yang masih sama; begitu memuja dan mencintai pesonamu. Angkuhmu, makin mendingin. Segurat lengkung manis di bibirmu bahkan tak mampu sembunyikan. Setidaknya, mungkin itu memang tertuju hanya untukku.

Selamat malam, Cinta Pertama.
Selamat bertambah usia. Aku tak pernah menginginkan kamu menyadari hadirku. Anggap saja aku angin yang membelai-belai lembut pipimu. Antara nyata dan maya. Apapun bentuknya, semoga kamu dapatkan kebahagiaanmu, mimpi-mimpimu.
Tetap tersenyum ya. Aku tahu kamu musisi hebat. Karena kamu, aku begini.
Untukmu, Cinta Pertama.


Salam,


Aku, pengagum nomor satumu

nb: Just don’t ever try to remember who I am, ‘cause I’m never be the part of your remembrance.

Selasa, 01 Januari 2013

Mimpi Tahun Ini

Kali ini, aku benar-benar tak peduli. Karena kenyataannya, kimia dan fisika yang bersekutu dengan biologi, ditambah serangan mutlak dari matematika, punya propaganda untuk meracuni otakku dan membunuh perlahan-lahan. Mereka berkonspirasi mengaburkan visual masa depanku hingga fokusnya menghitam.
Siapa bilang anak ipa tahu segalanya? Buktinya aku tidak. Aku seperti tersesat dan terombang-ambing tanpa tujuan di sini. Aku lupa bagaimana aku harusnya menjadi.
Ini bukan tentang dimana aku meneruskan jenjang pendidikan tertinggi, tapi tentang bagaimana aku mencapai perlahan butir-butir mimpi. Apa yang salah dari manusia penuh mimpi yang berusaha wujudkan mimpinya?
Tuliskan apa yang ingin kamu capai, dan berusahalah.
Tentu mimpi takkan tampakkan sisi ajaibnya tanpa ada daya juang pencapainya, bukan?
Di sini, aku, hari pertama di tahun ini, menaruh serpih dari bagian terbesar cita dan mimpiku di depan kening. Meneguhkan rapat-rapat, meminimalisir virus penghambat menyelip di antaranya.
Mudahkanlah, ya Allah.
Demi sepasang laki-laki dan wanita terhebat dalam hidupku; Mama dan Papa.

I'm going to be the next colleger of International Relations on Padjadjaran University! Wish me a bunch of luck :')