Rabu, 05 September 2012

Alam Berbahasa

Aku masih disini. Masih sama seperti hari-hari sebelum ini; aku berkawan dengan sunyi. Lagi, lukisan wajahmu memenuhi proyeksi dari indra penglihatku. Menyesaki ingatanku yang memang penuh. Sekian banyak hal yang sulit aku lupa, indah senyum milikmu salah satunya. Caramu bertutur kata, mengurai lelucon hingga kita terpingkal karena tawa. Membahana dan selalu sukses menjadi penghancur keheningan. Bahkan, ketika semua sebatas bayangan.

Namun, aku merasa sesuatu yang berbeda. Ada hal lain yang menerobos masuk saat aku berangan tentangmu. Memang, masih menyenangkan. Tapi, jantungku seakan diberi dorongan mendadak hingga mengalirkan darah lebih cepat. Cuaca pun memelukku lebih erat. Entahlah, ini membuat lapangan pikiranku makin luas.



Jika ada yang harus disalahkan saat rindu berkunjung, ialah jarak. Aku yang egois, atau memang sebenarnya kamu tak harus pergi jauh demi menuntut ilmu. Ya, jawabannya yang pertama. Karena, manusia tak berhak melarang mimpi manusia lain. Dan aku, tak berhak dan tak ingin membatasi mimpimu. Mengapa? Bukannya sudah jelas; aku mencintaimu, Sayang.

Kemarin kulihat awan membentuk wajahmu
Desah angin meniupkan namamu

Semalam bulan sabit melengkungkan senyummu
Tabur bintang serupa kilau auramu

Sungguh. Bolehkah untuk kali ini aku khawatir padamu melebihi biasanya? 6 bulan lebih ruang dan waktu memisahkan –sekedar kau tahu– ini tak mudah, Sayang. Terlebih saat otakku mulai menagih wajah tampanmu. Lalu, mengundang jutaan rindu. Dan seketika aku jadi pecandu. Pecandu senyummu, tawamu, jailmu, pelukmu. Pecandu kamu!

Semesta mencoba mengajakku berbincang. Angin berbisik. Langit meneduh. Alam punya bahasa sendiri, aku yakin. Entahlah, aku rasa yang ia katakan adalah tentangmu. Begitulah, karena bagian diriku juga berpikir seperti itu. Menjalin kasih antarbenua tak pernah aku bayangkan sebelumnya. Aku disini, kamu disana. Kamu juga selalu disini, tapi hanya ketika aku ada dalam dunia mimpi semata.

Ada makna di balik semua pertanda
Firasat ini rasa rindukah atau kah tanda bahaya

Apa yang sedang kamu lakukan disana? Pesan darimu tak ada sejak dua hari kemarin. Ini membuat perasaanku genting, kau tahu? Aku harap kamu baik. Hampir sulit aku menemukan perbedaan rasa yang tengah singgah. Ini rindu, atau akan ada sesuatu yang buruk menimpamu?

Perempuan punya rasa yang lebih peka dari laki-laki. Ah, klise! Dan aku harap ini tak benar. Setidaknya untuk kali ini. Kamu harusnya mengerti, betapa aku gundah gulana saat ini.

Sekarang aku mengerti hati mereka. Mereka yang menyebut ini Long Distance Relationship. Long; sulit untuk aku menggapaimu. Distance; mencipta rindu yang jadi pembunuh nomer satu hari-hariku. Relationship; meski demikian, hatiku tetap milikmu, dan aku harap kamu juga begitu. Tadinya kukira cuma mitos. Ternyata fakta!

Tanpa sadar air mataku jatuh sendiri. Inginkah kamu tahu yang ada di pikiranku saat ini, Sayang? Tak muluk, aku menginginkan kehadiranmu disini. Perasaanku berprasangka hal yang tidak aku, kamu, KITA inginkan akan terjadi. Cepatlah kembali. Agar spasi antar jari-jemari kita dapat saling mengisi. Lagi.

Cepat pulang,
Cepat kembali jangan pergi lagi
Firasatku ingin kau tuk
Cepat pulang,
Cepat kembali jangan pergi lagi....

Inspired by: Marcell - Firasat

0 komentar:

Posting Komentar