Jumat, 02 Agustus 2013

Tak Mampu

Pernah sudah kucoba tuk melupakanmu,
Namun, aku tak mampu, Kekasihku…

Apa lagi yang bisa lakukan. Ketika kamu yang tiba-tiba memaksa ingin pergi, kamu hilang ingatan, bagaimana bisa setelah selama ini aku bertahan dan kesakitan, kamu terus bicara semua ini tak berarti. Sama sekali. Dan mudahnya kaubilang semua akan lebih menyenangkan, kalau aku lebih baik meninggalkan segalanya di masa lalu. Kamu, memaksaku, melupakanmu? Semenjak hari itu, tugas yang kamu berikan itu, selalu aku lakukan. Hanya, aku tak mampu, Sayang.

Telah kucoba tuk jalani semua,
Rasa cintaku yang tulus untukmu…

Lalu, sedang apa kita selama ini? Apa kau tak pernah melihat binar-binar ketulusan di mataku.  Aku ingat, pagi itu, saat kamu berdiri tepat di depan pohon mahoni depan rumahku. Membawa sekotak bekal dengan bubur ayam tanpa kacang di dalamnya. Iya, saat malam sambungan telepon kita terputus, tepat waktu aku bilang rasanya aku akan pingsan dengan perutku yang seperti ditusuk-tusuk jarum karena kelaparan. Maaf, aku tak bisa berhenti memikirkan ini; sungguhkah kautulus pagi itu.

Jauh sudah kujalani arti hidup ini,
Yang kuharap dapat buatku berdiri,
Biarkanlah kujalani semua,
Tanpa dirimu di sisiku lagi…

Andaipun masih mungkin aku memelukmu, aku yakin hatimu tak di sana. Menguap ke mana seluruh rasamu, Sayang. Aku tak mau berburuk sangka padamu, tapi, kurasa perasaanku semakin menguar tak jelas. Sejak aku memutuskan untuk sibuk dengan urusanku sendiri, demi masa depanku nanti, aku tahu saat itu kamu berbeda. Tidak, bukan itu, tapi ketika kamu mengenal lagi cinta pertamamu. Ah… sayang sekali, aku terlalu paham, tapi memang benar, matamu lebih benderang dari sebelumnya waktu itu. Maaf, aku ingkari janjku; untuk tak pernah menangis. Kukira ini pengecualian, karena kamulah penyebabnya.

Kutahu aku sungguh mencintaimu,
Tak mampu redupkan luka di hatiku…

Seseorang yang melukai mana tahu rasanya terluka. Kamu tidak tahu! Tolong, dapatkah aku bernapas sebentar. Kamu menerus berkata, “lupakan aku, itu lebih baik untukmu.” Malam bagaikan mimpi buruk untukku, saat luka-luka yang kubalut seadanya malah makin meradang. Aku terlalu banyak berandai. Andai kamu bisa diam dan mengerti, andai kamu mau merasakan aku berdiri sendirian di sini, andai aku dapat pula membuat luka di hatimu. Kamu beruntung, aku tak mungkin melakukannya, aku terlalu mencintaimu, Pembuat Luka.

Sudah kucoba untuk melupakanmu,
Meski ku masih ingin mencintaimu,

Ini bulan kelima setelah kamu melenggang pergi. Sungguh, tiap doaku selalu terselip harapan agar kamu mau kembali. Rasanya, aku masih ragu apa kaupantas menetap di otakku. Setelah selama ini… kurasa tidak. Namun, bila hatiku yang kutanya, ia masih kecanduan rindumu, Sayang. Aku tahu aku harus (atau segera?) merapikan kembali hidupku yang tak beraturan, menyapu kembali mana yang harus kulupakan. Tentangmu, semua pantas kuingat. Setidaknya, itu yang kuinginkan. Sampai akhirnya kenyataan menamparku; aku terlalu bodoh.

Biarkan kucoba untuk melupakanmu,
Walau ku tak mampu…

Jadi, ya, baiklah, Sayang. Sebelum aku benar-benar tak ingin mengingatmu lagi, aku ingin katakan, meski kamu begitu kejam, aku tahu kamu hanya tersesat dan salah arah. Aku tahu, kamu tak pernah ingin menyakitiku, kan? Selamat berbahagia, dan di sini, aku coba melupakan segala tentangmu, walau mungkin aku sama sekali tak mampu.




This is completely a fiction. Inspired by Judika – Ku Tak Mampu.

0 komentar:

Posting Komentar