Sosok penuh pesona yang membenturkan butir-butir
logika. Dengan lengkungan manis melebur di bibirmu, dan sorot lugas yang
lurus-lurus menatapku tepat di manik mata. Ah, tidak, mereka tak tahu.
Apa yang mereka tak tahu?
Detik-detik ini, angin melirih, berdesah lembut
membisikkan namamu. Gumpalan awan yang berjalan siang hari semburatkan
lekuk-lekuk manis wajahmu. Jemariku juga mulai menari-nari tuliskan hal tentang
kamu.
Aku mencari-carimu di tiap sudut. Saat bayangan
sosokmu jatuh di radius penglihatanku, aku melonjak-lonjak girang; dalam diam.
Berteriak lantang dalam hati memanggil namamu yang perlahan berjalan menjauh.
Memeluk sisa-sisa pesona yang kamu tinggalkan tiap tatapanmu mengunci ke arahku
sepersekian detik yang berlalu.
Sampai akhirnya aku sadar, kamu pangeran dari
negeri mimpi yang menjelma nyata. Iya, kamu yang pernah tiba di mimpi-mimpi
malamku dengan wajah buram. Bukankah?
Iya, Pangeran.
Malam mulai sendu. Dengan aku yang hampir
merindumu. Karena aku tahu, hadirmu hanya untuk dikagumi. Aku bisa apa? Detak
jantungku yang ingin melonjak keluar jelaskan tentang hal yang luput. Candu
akan pesonamu buatku menerka-nerka lagi. Ini rasa yang membuaiku waktu itu;
cinta?
Aku tahu, ketika suaramu perlahan menggema-gema di
tiap sepi, kamu yang tengah berlari di otakku.
Aku tak menangis, hanya sedikit tersedu. Berapa
kali lagi aku harus tertampar kenyataan, hadirmu hanya untuk dikagumi.
Lagipula,
kamu telah temui sang putri yang sedikit demi sedikit beri warna di lembaran
harimu. Lalu aku, kupu-kupu bersayap patah yang hinggap di putik penuh madu
yang kemudian dihempas angin.
Apa yang mereka tak tahu? Sederhana. Aku rasakan
bulir cinta lagi, Pangeran. Itu karenamu.
Biarkan takdir dan waktu memainkan perannya. Kutemui
kamu kembali nanti di masa depan, Pangeran. Kalau kamu benar Pangeranku.
0 komentar:
Posting Komentar