Di
sini, mataku masih membuka, menerawang jauh menembus langit-langit kamar
bayangkan tiap tetesmu menitik di wajahku.
Selamat
malam, Langit yang merintih pilu bersama sedikit keping-keping bintang tengah
malam.
How’s life?
Kamu masih tertawakan aku yang sembunyi di balik bantal dan selimut tebal
karena hujan deras?
Waktu.
Apa ia tengah berlari? Langkahnya kilat. Rasanya, baru kemarin tahun pertama
sosok penuh pesona itu tampak. Sekarang, tahun kelima?
Terakhir
aku lihat, kamu telah meninggi. Seperti pesonamu yang juga meninggi. Kamu masih
sama. Seperti aku yang masih sama; begitu memuja dan mencintai pesonamu.
Angkuhmu, makin mendingin. Segurat lengkung manis di bibirmu bahkan tak mampu
sembunyikan. Setidaknya, mungkin itu memang tertuju hanya untukku.
Selamat
malam, Cinta Pertama.
Selamat
bertambah usia. Aku tak pernah menginginkan kamu menyadari hadirku. Anggap saja
aku angin yang membelai-belai lembut pipimu. Antara nyata dan maya. Apapun
bentuknya, semoga kamu dapatkan kebahagiaanmu, mimpi-mimpimu.
Tetap tersenyum ya. Aku tahu kamu musisi hebat. Karena kamu, aku begini.
Untukmu, Cinta Pertama.
Untukmu, Cinta Pertama.
Salam,
Aku,
pengagum nomor satumu
nb: Just don’t ever try
to remember who I am, ‘cause I’m never be the part of your remembrance.
0 komentar:
Posting Komentar