“Pagi,”
“Hai.
Pagi,” sepertinya berat bagimu menarik bibirmu untuk tersenyum. Tapi aku
senang, kamu memaksa melakukannya, untukku. Manis.
“Ada
masalah?” tanyaku langsung.
Dia
terdiam tak bergeming. Entah apa yang tengah melanda pikirannya. Aku masih menatapnya,
sabar menanti lidahnya melontarkan jawaban atas tanyaku.
Dia
menghembuskan napas panjang. Lalu meregang paksa bibirnya untuk menyimpul
senyum. Aku tak tahu orang lain, tapi diriku tahu pasti, itu palsu. “Aku
gapapa,” katanya.
“Boleh aku
salin tugasmu?”
Aku
mengenalnya, terlalu mengenalnya. Dia tak sebahagia seperti yang coba ia
tunjukkan padaku. Aku tak mampu jelaskan rasa yang mengguncangku, saat binar
berseri dari kedua matanya hilang. Hanya saja, dadaku terasa sesak.
Aku heran,
mengapa kamu terus menutupi kebenaran. Kamu letih, kan? Aku, yang menahanmu kala akan
meruntuh. Aku, yang memapahmu saat kamu tertatih tak mampu langkahkan kaki. Aku,
ada aku di sini, bagaimana kamu bisa menipuku dengan senyum palsu itu? Lucu.
Apa
lelahmu itu, karena cinta butamu lagi? Permasalahkan hal itu lagi; aku? Siapa yang
harusnya muak, dia, kamu, atau aku? Apa dia masih tak kunjung mengerti, hanya
dia yang mampu kuasai hatimu. Iya, dia, bukan aku. Kadang, aku ingin menampar
keras-keras wajah putih bersih dengan pipi berona merah itu. Teriakkan kencang
di depan tubuh bak supermodel itu, kalau aku tak pernah punya niat mengusik
urusannya. Urusanmu? Itu masalah beda. Kamu, sahabatku, tentu saja aku benci
menyaksikan lukamu. Ah! Perempuan sok sempurna itu membuat ini jadi rumit.
Jangan sedih. Maaf, aku
tak tahu lagi cara mengatakannya. Aku menyayangimu, Sayang. Percepat akhir
ceritanya, karena yang indah tak selamanya berakhir indah. Egoiskah aku? Aku mau
kebersamaanmu dengannya, ciptakan bahagia. Bukan raut muka lelah seperti ini.
Karena tak hanya kamu, aku juga rasakan pedihnya di sini. Kapan kamu akan
mengerti?
Aku menarik
napas panjang. Nyatanya, aku hanya mampu meracaukan ini dalam diam. Entahlah,
di hadapanmu aku begitu rapuh.
“Salinlah
cepat. Sebelum bel masuk berbunyi,” aku memberinya buku tugasku, yang juga baru
saja aku selesaikan berkat hasil menyalin dari perempuan pemilik hatinya.
1 komentar:
Baguuuuss :)
Posting Komentar