Buat
apa jungkir balik belajar eksak kalau ujung-ujungnya ambil sastra, dari kelas
sosial juga bisa.
Pernah,
sering justru, dengar pernyataan-pernyataan macam itu. Rasanya? Ah, jangan
ditanya, kalau tahu rasa digores-gores nadinya. Di luar tampak cengar-cengir
layak anak pendidikan usia dini polos baru bubaran, mungkin kan kalau dalamnya
retak-retak?
Anak-anak
rumus diagung-agungkan. Derajatnya lebih tinggi, otaknya lebih cerdas, begitu
katanya. Begitu? Ah, sudut pandang orang-orang masih dibutakan kabut-kabut
kasat mata yang kadang jadi awal perpecahan; omongan dan pola pikir turunan. Anehnya,
kobaran provokasi datang dari pihak-pihak yang mestinya kalangan mediasi. Mau
menyanggah, segan, namanya orang yang dihormati.
Stratifikasi
sosial, bukan? Entahlah.
Jangan
jauh-jauh, kadang yang dekat juga suka menyulut perdebatan. Akhirnya, aku yang
mengalah, daripada berdarah-darah. Sebenarnya, apa sih titik inti masalahnya?
Sama-sama belajar, sama-sama cari ilmu, cuma dikemas dengan materi dasar yang
beda. Terus? Yang penting sama-sama bermanfaat.
Mari
tanya sama yang baru ganti seragam jadi putih abu-abu. Mau mendalami eksak atau
sosial? Kadang, yang amat benci tabel periodik pun akan jawab eksak. Ah, bunuh
diri. Persis sepertiku, hampir mati meleleh ditinju larutan-larutan asam basa.
Kenapa? Kalau dulu sih jawabnya, dari eksak nanti mau ambil kuliah jurusan
apapun fleksibel dan gampang. Angkat kerah senyum-senyum bangga kalau ditanya.
Namun,
kenyataannya banyak yang menyesal, minta putar ulang waktu; aku misalnya.
“Salah
isi angket? Kenapa nggak masuk kelas sosial dari awal,”
Ah!
Andai mereka tahu banyak dari kelas sains tersiksa habis-habisan dipaksa
menghafal segudang rumus yang memakan seluruh relung memori. Silahkan, boleh
terbahak-bahak. Kalau tahu sekejam ini eksak membunuhku perlahan, sayangnya,
aku terbuai pola pikirku sendiri waktu itu. Jujur, hubunganku dengan hal yang
berbau hitung-hitungan memang sedikit kurang harmonis.
Karena
itu, jangan heran tak sedikit orang yang sepertiku. Muak sendiri memuja
ilmu-ilmu pasti. Di ujung-ujung kelulusan sekolah, banyak yang berniat
berkhianat. Lintas jurusan, misalnya.
Yup. I know exactly what they think.
Merampas hak kalian, begitu?
This is not about science or social, this is
about passion and a way to dreams. Terserah. Aku hanya menyinggung sedikit
mereka yang menganggap aku–mungkin juga yang lain–mengambil yang harusnya
bagian anak sosial. Dan ini, juga teruntuk siapa-siapa yang terlalu
mengkotak-kotakkan kelas sains dan sosial. We
are same, Ma’am.
Lagipula,
tak pernah ada ilmu yang sia-sia, bukan?
2 komentar:
there was no judge between exact study and social study, absolutely...
because to be the smart and clever people, not jst see from one side only :)
aaaak bener bangeet:")
Posting Komentar