Mungkin aku yang berlebihan.
Entah, relungku mendadak sakit, napasku jadi tak
teratur, dan aku rasanya ingin menutup telingaku rapat-rapat. Padahal, hanya
kalimat. Mengapa bisa melumpuhkan begitu hebat?
Sudah lama aku tak bersua. Dan kali ini, aku ingin
melantangkan luka-luka di balik simpul tegas di bibirku sampai berceceran. Hanya,
aku tak pernah mampu. Tangis terasa begitu perih. Memendam pun tak mengubah
pikiran jadi jernih. Ah, aku bisa apa, selain mengadu pada Sang Pencipta,
merapal namamu dalam tiap doa, memintamu sedikit saja lirik aku di sudut paling
kesepian di gulatan harimu yang lelah.
Katakan saja aku (pernah) mengganggu harimu.
Katakan saja kau tak sudi bahkan untuk menyentuhku. Katakan, begitu. Jika, dan
hanya jika, bagian terkecil dari memorimu memang mengalir tentangku, aku, kamu,
bisa apa? Pernah, waktu dimandikan langit senja, aku merasa benar-benar jatuh
dalam hatimu. Dalam jarak sedekat itu, berjalan bersisian, aku hanya mampu
melihat jemarimu yang berjarak. Ah, kau tak tahu rasanya menahan tanganku yang
ingin sekali menggenggamnya, merasakan telapakmu yang terlihat dingin. Tolong, katakan,
pikiranmu tak sama sepertiku.
Sia-siakah ini? Segini pilunya hanya dengan
mendengar. Bukan itu, karena aku tahu selamanya mungkin aku cuma bisa diam, dan
meringis sendiri yang kau rangkul itu karibku pada akhirnya.
Apa bayanganku sungguh lenyap dalam malammu? Suaraku
tak terdengar lagi di siangmu? Atau aku, bukan lagi menjadi musim dalam duniamu.
Ah, memang aku sempat begitu. Entah, hanya saja gravitasimu tak lagi menuruti
teori-teori duniaku, aku benci ketika logika menguap ketika aku di puncak
membutuhkannya. Beritahu saja, bukan aku, tapi ulu dan nadi yang mengelilingi
tubuhmu itu; pernah ada aku, kan?
1 komentar:
kwowk jones
Posting Komentar