“Anaaaa...”
Begitu
biasanya suara Ajeng memanggilku dari luar pagar. Sudah berapa tahun ya aku tak
lagi mendengar suara itu? Sepertinya sekitar 7 tahun yang lalu terakhir aku
mendengar gema panggilannya.
---
Bisa
dibilang, hanya Ajeng sahabat masa kecilku yang aku punya. Ya, ada sih beberapa
teman, namun mereka tak seperti dia.
Sewaktu
aku kecil, aku tak pernah absen bermain tiap sore. Main, main, dan main. Mungkin
hanya ini yang ada di pikiranku ketika itu. Aku ingat, bahkan aku pernah
merengek dan menangis sekedar untuk bermain di siang bolong. Tentu saja Mamaku
tetap tak mengijinkan dan berujung dengan aku yang ngambek. Tukang ngambek,
begitu sebutan dari Mama dan Papa waktu aku kanak-kanak.
Banyak
teman yang aku punya saat bermain masih hobiku. Putri, tetangga sebelah rumahku
persis yang umurnya di atasku 1 tahun. Lalu ada Putra, Aldo, Yulis, Reza, dan
tentunya Ajeng. Dulu kami sering bermain bersama, meski sekedar bercengkrama. Seiring
berjalannya waktu dan bertambahnya usia, entahlah kami menjadi seperti orang
yang tak pernah saling kenal.
Tak
selalu kami dalam damai. Beberapa waktu pernah ada pertikaian, bahkan permusuhan.
Ya, dengan Ajeng sekalipun aku mengalaminya. Sehari, dua hari, tiga hari, tak
perlu waktu lama untuk baikan.
Main
masak-masakan, taplak gunung, petak umpet, batu tujuh, galaksin, bahkan
guru-guruan. Aku ingat waktu main guru-guruan, ceritanya aku dan Ajeng buat SPP
yang satu orangnya membayar Rp500,- atau lebih. Senyum-senyum sendiri aku
mengingatnya.
“Anaa...”
“Ajeeeeng...”
Aku
tertawa saat moment ini terbesit
dalam pikiranku. Dari jauh aku dan Ajeng saling memanggil nama kami, sudah bagai
dua insan yang tak berjumpa bertahun-tahun.
---
Dulu
aku sering sekali dibanding-bandingkan dengan Ajeng oleh orang-orang. Sepahit-pahitnya
kalimat menyakitkan, kalimat perbandingan mungkin salah satunya. Inti dari
perkataan mereka semua sama, merujuk bahwa Ajeng lebih baik dariku. Lebih
mandiri, lebih rajin, lebih cantik, dan lainnya. Bahkan, orang tuaku pun
mengakuinya.
“Kita
bikin geng namanya SR yuk?” kataku.
Minggu
malam itu sedang ada acara di RT kompleks rumahku. Entahlah acara apa, aku tak
ingat. Waktu itu di sekolah aku membuat geng dengan teman-temanku dan diberi
nama ‘SK’ yang artinya sahabat kelas. Dan saat di rumah, aku berniat meniru,
dengan mengubah sebutannya menjadi ‘SR’ atau sahabat rumah.
Banyak,
sangat banyak, hal-hal yang kami lewati. Hal menyenangkan, lucu, menyedihkan,
konflik, pertengkaran, dan masih banyak lagi.
“Kamu
udah pernah ketemu sama Ajeng temen kecil kamu lagi, Na?”
Tanya
Papa beberapa hari yang lalu. Benar juga, aku belum pernah melihat sosok Ajeng
lagi semenjak terakhir kali kami bertemu saat kelas 7 smp di dalam angkutan
umum.
Sungguh,
aku tak pernah membayangkan ia akan pindah dari kompleks perumahanku. Dari kehidupanku
juga. Sejak ia pergi, aku tak punya teman. Aku sendirian. Kesepian.
Pertanyaan
Papa menggugah hatiku. Mengais kembali rindu yang pernah ku pendam. Membongkar kenangan-kenangan
lampau masa kecil yang indah.
Adakah
kesempatanku untuk bertemu lagi dengannya? Dengan Ajeng?
Apa
kabarmu sekarang sahabat kecilku? Dimana kamu menetap kala ini?
Aku
ingin mendekapmu, mengatakan aku rindu. Rindu masa kecil. Padahal, dahulu aku
membayangkan kita kan tumbuh besar bersama, meraih sukses dan saling berbagi. Aku
berharap bukan hanya di usia belia saja kamu menorehkan warna warni dalam
hidupku.
Mungkin
kamu sekarang telah menemukan sahabat yang lebih baik dariku ya? Tak apa. Aku hanya
ingin bertemu atau sekedar bersalam sapa hangat kembali denganmu, sahabat.
Dimana
kamu sekarang, Ajeng. Sahabat kecilku yang kurindukan.
0 komentar:
Posting Komentar