Aku mencintaimu,
begitu saja
Memenuhi inginnya
rasa, abai akan logika
Aku, mungkin,
bukan lagi aku
Aku menjadi
pemendam luar biasa
Aku mencintaimu, entah jenis yang mana
Jadikan aku buku harianmu,
bila lembaranmu
memang tak tersisa
Jadikan aku papan sandaran,
bila dinding-dinding ruangmu merapuh
Jadikan aku pengampu jalanmu,
bila kaki-kaki itu terlalu lelah melangkah
Biarkan aku menggenggammu,
dayaku tak sanggup andai melihatmu tersandung
Dan, biarkan uluran tanganku menolongmu ketika kau
benar jatuh
Aku, mungkin, tak ingat lagi
Ada raga dan ego milikku yang mesti kupenuhi
Aku mencintaimu, menolak untuk berhenti
Ada candu, yang
aku harus penuhi tiap pagi
Ketika aku hanya butuh nurani,
menemukanmu perkara sepotong roti
Tetaplah berdiri,
di sana, disinari mentari
Agar aku dapat
lebih lama mengamati
Meski hanya dari
balik pilar
Meski sambil
berpura-pura berlayar
Hingga mataku tahu senyummu masih melengkung,
aku baru mampu
bernapas lega
Seperti itu, semudah itu
Rasa kafein dari secangkir kopi yang kunikmati
tiap pagi
Aku mencintaimu, yang kutahu, esoknya tak lagi
sama seperti hari kemarin
Semakin dalam dan
entah akan sedalam apa
Perihnya nadi
juga menjadi-jadi
Periode berganti,
kurasa ini hanya aku,
yang merasa semua
punya makna,
yang mengira maju
meski selangkah,
yang menemui lelahnya
Terima kasih,
atas lima puluh persen
pengabaianmu,
empat puluh persen kalimat busukmu,
dan sepuluh persennya lagi
semua lakumu yang selamanya hangatkan hatiku saat
kuingat
Walau aku tak pernah punya arti untukmu
Ijinkan aku membuatmu terus tertawa
Aku, mencintaimu (titik)